Tag: Netral

Hidrolisis Garam

Dalam tulisan ini, kita akan membahas pengertian garam, reaksi pembentukan garam, reaksi penguraian ion-ion garam oleh air, serta perhitungan pH larutan garam.

Garam adalah senyawa yang dihasilkan dari reaksi netralisasi antara larutan asam dan larutan basa. Larutan garam yang terbentuk memiliki sifat yang bervariasi, tergantung pada sifat asam dan sifat basa penyusun garam. Secara umum :

Asam + Basa → Garam + Air

Berikut ini adalah beberapa contoh reaksi pembentukan garam (dikenal pula dengan istilah reaksi penggaraman atau reaksi netralisasi) :

HCl(aq) +  NaOH(aq) →  NaCl(aq) +  H2O(l)

H2SO4(aq) +  2 NH4OH(aq) →  (NH4)2SO4(aq) +  2 H2O(l)

2 HCN(aq) +  Ba(OH)2(aq) →  Ba(CN)2(aq) +  2 H2O(l)

H2CO3(aq) +  Mg(OH)2(aq) →  MgCO3(s) +  2 H2O(l)

Reaksi kebalikan dari reaksi penggaraman dikenal dengan istilah reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis adalah reaksi salah satu ion atau kedua ion larutan garam dengan air. Reaksi salah satu atau kedua ion larutan garam dengan air menyebabkan perubahan konsentrasi ion H+ maupun ion OH dalam larutan. Akibatnya, larutan garam dapat bersifat asam, basa, maupun netral.

Sebagaimana yang telah kita pelajari sebelumnya, kita mengenal dua jenis asam, yaitu asam kuat dan asam lemah. Demikian halnya dengan basa, kita mengenal istilah basa kuat dan basa lemah (lihat : Kimia Asam Basa). Dengan demikian, terdapat empat variasi reaksi antara asam dan basa membentuk garam, yaitu :

1. Reaksi antara asam kuat dengan basa kuat

Contoh  :  HBr(aq) +  KOH(aq) →  KBr(aq) +  H2O(l)

Garam yang terbentuk mengalami ionisasi sempurna dalam air

KBr(aq) →  K+(aq) +  Br(aq)

Baik kation maupun anion, hanya terhidrasi oleh air, tidak mengalami reaksi dengan air. Dengan demikian, garam tersebut tidak terhidrolisis dalam air. Akibatnya, konsentrasi ion H+ tidak berubah terhadap konsentrasi ion OH. Larutan garam bersifat netral. Larutan garam tersebut memiliki pH = 7.

2. Reaksi antara asam kuat dengan basa lemah

Contoh  :  HNO3(aq) +  NH4OH(aq) →  NH4NO3(aq) +  H2O(l)

Garam yang terbentuk mengalami ionisasi sempurna dalam air

NH4NO3(aq) →  NH4+(aq) +  NO3(aq)

Anion tidak mengalami hidrolisis dengan air, sebab anion berasal dari spesi asam kuat. Namun sebaliknya, kation yang berasal dari spesi basa lemah mengalami hidrolisis. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

NH4+(aq) +  H2O(l) <——>  NH4OH(aq) +  H+(aq)

Hidrolisis kation yang berasal dari basa lemah menghasilkan ion H+. Akibatnya, konsentrasi ion H+ menjadi lebih tinggi dibandingkan konsentrasi ion OH. Dengan demikian, larutan garam tersebut mengalami hidrolisis sebagian (parsial). Larutan garam tersebut bersifat asam dan memiliki pH < 7.

3. Reaksi antara asam lemah dengan basa kuat

Contoh  :  HCN(aq) +  NaOH(aq) →  NaCN(aq) +  H2O(l)

Garam yang terbentuk mengalami ionisasi sempurna dalam air

NaCN(aq) →  Na+(aq) +  CN(aq)

Kation tidak mengalami hidrolisis dengan air, sebab kation berasal dari spesi basa kuat. Namun sebaliknya, anion yang berasal dari spesi asam lemah mengalami hidrolisis. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CN(aq) +  H2O(l) <——>  HCN(aq) +  OH(aq)

Hidrolisis anion yang berasal dari asam lemah menghasilkan ion OH. Akibatnya, konsentrasi ion OHmenjadi lebih tinggi dibandingkan konsentrasi ion H+. Dengan demikian, larutan garam tersebut mengalami hidrolisis sebagian (parsial).  Larutan garam tersebut bersifat basa dan memiliki pH > 7.

4. Reaksi antara asam lemah dengan basa lemah

Contoh  :  HF(aq) +  NH4OH(aq) →  NH4F(aq) +  H2O(l)

Garam yang terbentuk mengalami ionisasi sempurna dalam air

NH4F(aq) →  NH4+(aq) +  F(aq)

Baik kation maupun anion, sama-sama mengalami hidrolisis, sebab keduanya berasal dari spesi lemah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

NH4+(aq) +  H2O(l) <——>  NH4OH(aq) +  H+(aq)

F(aq) +  H2O(l) <——>  HF(aq) +  OH(aq)

Ternyata, hidrolisis kedua ion tersebut menghasilkan ion H+ maupun ion OH. Dengan demikian, larutan garam tersebut mengalami hidrolisis total (sempurna). Sifat larutan yang dihasilkan bergantung pada perbandingan kekuatan asam lemah (Ka) terhadap kekuatan basa lemah (Kb).

Ada tiga kemungkinan perbandingan nilai Ka terhadap Kb :

a. Ka > Kb : sifat asam lebih mendominasi; larutan garam bersifat asam; pH larutan garam kurang dari 7

b. Ka =  Kb : sifat asam maupun basa sama-sama mendominasi; larutan garam bersifat netral; pH larutan garam sama dengan 7

c. Ka < Kb : sifat basa lebih mendominasi; larutan garam bersifat basa; pH larutan garam lebih dari 7

 

Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung pH larutan masing-masing larutan garam adalah sebagai berikut :

1. Larutan garam yang terbentuk dari asam kuat dan basa kuat

pH = 7

2. Larutan garam yang terbentuk dari asam kuat dan basa lemah

[H+]  =  {(Kw/Kb)([ion yang terhidrolisis])}1/2

3. Larutan garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa kuat

[OH]  =  {(Kw /Ka)([ion yang terhidrolisis])}1/2

4. Larutan garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa lemah

[H+]  =  {Kw (Ka / Kb)}1/2

Berikut ini adalah beberapa contoh beserta penyelesaian soal-soal yang berkaitan dengan hidrolisis garam yang baru saja kita pelajarai bersama :

1. Berapakah pH larutan dari 100 mL larutan natrium sianida 0,01 M? (Ka HCN = 10-10)

Penyelesaian :

Larutan natrium sianida terbentuk dari campuran basa kuat (NaOH) dengan asam lemah (HCN). Dengan demikian, larutan garam tersebut mengalami hidrolisis parsial dan bersifat basa.

NaCN(aq) →  Na+(aq) +  CN(aq)

Ion yang terhidrolisis adalah ion CN. Konsentrasi ion CN adalah 0,01 M. Dengan demikian,  pH larutan garam dapat diperoleh melalui persamaan berikut :

[OH]  =  {(Kw /Ka)([ion yang terhidrolisis])}1/2

[OH]  =  {(10-14 / 10-10)(0,01)}1/2

[OH]  =  10-3 M

Dengan demikian, pOH larutan adalah 3. Jadi, pH larutan garam tersebut adalah 11.

2. Berapakah pH larutan dari 200 mL larutan barium asetat 0,1 M? (Ka CH3COOH = 2.10-5)

Penyelesaian :

Larutan barium asetat terbentuk dari campuran basa kuat (Ba(OH)2) dengan asam lemah (CH3COOH). Dengan demikian, larutan garam tersebut mengalami hidrolisis parsial dan bersifat basa.

Ba(CH3COO)2(aq) →  Ba+2(aq) +  2 CH3COO(aq)

Ion yang terhidrolisis adalah ion CH3COO. Konsentrasi ion CH3COO adalah 0,2 M. Dengan demikian, pH larutan garam dapat diperoleh melalui persamaan berikut :

[OH]  =  {(Kw /Ka)([ion yang terhidrolisis])}1/2

[OH]  =  {(10-14 / 2.10-5)(0,2)}1/2

[OH]  =  10-5 M

Dengan demikian, pOH larutan adalah 5. Jadi, pH larutan garam tersebut adalah 9.

3. Hitunglah pH larutan NH4Cl 0,42 M! (Kb NH4OH = 1,8.10-5)

Penyelesaian :

Larutan amonium klorida terbentuk dari campuran basa lemah (NH4OH) dengan asam kuat (HCl). Dengan demikian, larutan garam tersebut mengalami hidrolisis parsial dan bersifat asam.

NH4Cl(aq) →  NH4+(aq) +  Cl(aq)

Ion yang terhidrolisis adalah ion NH4+. Konsentrasi ion NH4+ adalah 0,42 M. Dengan demikian, pH larutan garam dapat diperoleh melalui persamaan berikut :

[H+]  =  {(Kw /Kb)([ion yang terhidrolisis])}1/2

[H+]  =  {(10-14 / 1,8.10-5)(0,42)}1/2

[H+]  =  1,53.10-5 M

Dengan demikian, pH larutan garam tersebut adalah 4,82.

4. Hitunglah pH larutan NH4CN 2,00 M! (Ka HCN = 4,9.10-10 dan Kb NH4OH = 1,8.10-5)

Penyelesaian :

Larutan amonium sianida terbentuk dari campuran basa lemah (NH4OH) dengan asam lemah (HCN). Dengan demikian, larutan garam tersebut mengalami hidrolisis total.

NH4Cl(aq) →  NH4+(aq) +  CN(aq)

Ion yang terhidrolisis adalah ion NH4+ dan ion CN. Dengan demikian, pH larutan garam dapat diperoleh melalui persamaan berikut :

[H+]  =  {Kw (Ka/Kb)}1/2

[H+]  =  {10-14 (4,9.10-10 / 1,8.10-5)}1/2

[H+]  =  5,22.10-10 M

Dengan demikian, pH larutan garam tersebut adalah 9,28.

5. Berapakah massa garam NaCN yang harus dilarutkan untuk membentuk 250 mL larutan dengan pH sebesar 10? (Ka HCN = 10-10 dan Mr NaCN = 49)

Penyelesaian :

Larutan natrium sianida terbentuk dari campuran basa kuat (NaOH) dengan asam lemah (HCN). Dengan demikian, larutan garam tersebut mengalami hidrolisis parsial dan bersifat basa.

NaCN(aq) →  Na+(aq) +  CN(aq)

pH = 10, berarti pOH = 4

Dengan demikian, [OH] = 10-4 M

Perhitungan pH larutan garam dapat diperoleh melalui persamaan berikut :

[OH]  =  {(Kw/Ka)([ion yang terhidrolisis])}1/2

10-4 =  {(10-14 / 10-10)[ion yang terhidrolisis]}1/2

[ion yang terhidrolisis]  =  10-4 M

Konsentrasi garam NaCN yang diperlukan sebesar 10-4 M. Volume larutan sebanyak 250 mL = 0,25 L. Dengan demikian, mol garam NaCN yang dibutuhkan adalah :

Mol = Volume x Molar

Mol = 0,25 x 10-4 = 2,5 x 10-5 mol

Jadi, massa garam NaCN yang dibutuhkan sebanyak 2,5 x 10-5 x 49 = 1,225 x 10-3 gram = 1,225 mg.

Referensi:

Andy. 2009. Pre-College Chemistry.

Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.

Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia: Pakar Raya.

Kimia Asam Basa

Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari senyawa asam dan basa, ciri-ciri senyawa asam dan basa, serta metode untuk membedakan asam dan basa. Selain itu, kita akan mempelajari tingkat keasaman larutan (pH), menghitung pH larutan asam dan basa, serta menghitung pH larutan hasil reaksi asam dan basa. Selain menghitung  pH larutan, kita juga akan mempelajari beberapa konsep teori asam-basa serta berbagai jenis oksida yang dapat menghasilkan senyawa asam dan basa saat dilarutkan di dalam air.

Saat kita masuk ke dapur atau kamar mandi, kita dapat menemukan berbagai macam senyawa asam dan basa. Saat kita membuka lemari pendingin, kita dapat menemukan minuman ringan (soft drink) yang banyak mengandung asam karbonat. Cuka merupakan asam, sedangkan soda kue merupakan basa. Pada bak tempat cucian, kita menemukan amonia dan bahan pencuci lainnya, yang merupakan basa. Di dalam kotak obat, kita menemukan obat aspirin, suatu senyawa asam, dan berbagai jenis antasida yang merupakan senyawa basa. Kehidupan kita sehari-hari dipenuhi oleh asam dan basa.

Beberapa sifat asam yang dapat diamati di sekeliling kita, antara lain :

  1. Berasa masam (ingat, di laboratorium, kita mengujinya, bukan mencicipinya)
  2. Terasa sangat pedih bila terkena kulit (korosif)
  3. Bereaksi dengan logam-logam tertentu (lihat : Elektrokimia I : Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel Volta) menghasilkan gas hidrogen
  4. Bereaksi dengan batu kapur (CaCO3) dan soda kue (NaHCO3) menghasilkan gas karbon dioksida
  5. Bereaksi dengan kertas lakmus dan mengubah lakmus biru menjadi merah

Beberapa sifat basa yang dapat diamati di sekeliling kita, antara lain :

  1. Berasa pahit (ingat, di laboratorium, kita mengujinya, bukan mencicipinya)
  2. Terasa licin di kulit
  3. Bereaksi dengan minyak dan lemak
  4. Bereaksi dengan kertas lakmus dan mengubah lakmus merah menjadi biru
  5. Bereaksi dengan asam menghasilkan garam dan air

Sejumlah asam dan basa yang dapat kita temukan di dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Asam yang Umum Kita Temukan di Rumah
Nama Kimia Rumus Molekul Nama Pasaran/Kegunaan
asam hidroklorat HCl asam murat
asam asetat CH3COOH cuka
asam sulfat H2SO4 larutan elektrolit pada aki
asam karbonat H2CO3 air terkarbonasi
asam borat H3BO3 antiseptik, obat tetes mata
asam asetilsalisilat C16H12O6 aspirin
Basa yang Umum Kita Temukan di Rumah
amonia NH3 pembersih
natrium hidroksida NaOH larutan alkali (lindi) kuat
natrium bikarbonat NaHCO3 soda kue
magnesium hidroksida Mg(OH)2 susu magnesia
kalsium karbonat CaCO3 antasida
aluminium hidroksida Al(OH)3 antasida

Saat kita melihat tabel di atas, kita menemukan fakta bahwa semua asam mengandung ion hidrogen (ion H+), sedangkan kebanyakan basa mengandung ion OH. Dua teori dasar yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep asam-basa secara mikroskopis adalah sebagai berikut :

1. Teori Asam-Basa Arrhenius

Teori ini digunakan dalam larutan dengan air sebagai pelarut. Teori ini merupakan teori asam-basa modern yang pertama kali berkembang. Menurut teori ini, asam adalah suatu bahan yang apabila dilarutkan di dalam air, menghasilkan ion H+ (ion hidrogen). Sebaliknya, basa adalah suatu bahan yang apabila dilarutkan di dalam air, menghasilkan ion OH(ion hidroksida).

HCl(g) merupakan asam Arrhenius, sebab pada saat larut di dalam air, gas tersebut akan terionisasi (membentuk ion) dengan melepaskan ion H+.

HCl(g) +  H2O(l) →  HCl(aq) →  H+(aq) +  Cl(aq)

Menurut teori Arrhenius, natrium hidroksida diklasifikasikan ke dalam kelompok basa, sebab pada saat larut, akan dihasilkan ion hidroksida.

NaOH(s) +  H2O(l) →  NaOH(aq) →  Na+(aq) +  OH(aq)

Arrhenius juga mengelompokkan reaksi antara asam dan basa sebagai reaksi netralisasi, sebab jika kita mencampurkan suatu larutan asam dengan suatu larutan basa, kita akan mendapatkan larutan netral yang terdiri atas air dan garam.

HCl(aq) +  NaOH(aq) →  H2O(l) +  NaCl(aq)

H+(aq) +  Cl(aq) +  Na+(aq) +  OH(aq) →  H2O(l) +  Na+(aq) +  Cl(aq)

(Air terbentuk dari penggabungan ion hidrogen dan ion hidroksida; Persamaan ion bersih sama untuk semua reaksi asam-basa Arrhenius, yaitu H+(aq) + OH(aq) →  H2O(l).

Teori ini tetap digunakan, walaupun jarang. Sama seperti teori-teori lain, teori ini memiliki beberapa keterbatasan. Sebagai contoh, reaksi fasa gas antara gas amonia dan gas hidrogen klorida dalam wadah tertutup, berlangsung melalui persamaan reaksi berikut :

NH3(g) +  HCl(g) →  NH4+ + Cl →  NH4Cl(s)

Dua gas yang tidak berwarna bercampur, dan kemudian menghasilkan padatan putih amonium klorida. Ion di dalam persamaan reaksi ini menunjukkan peristiwa yang sesungguhnya terjadi; HCl memberikan ion H+-nya kepada amonia. Pada dasarnya ini merupakan hal yang sama seperti yang terjadi pada reaksi HCl dengan NaOH. Sebaliknya, reaksi yang melibatkan amonia tidak dapat dikelompokkan ke dalam reaksi asam-basa, sebab reaksi tersebut tidak terjadi di dalam air dan tidak melibatkan ion hidroksida. Oleh karena itu, untuk menerangkan proses yang terjadi pada amonia, suatu teori asam-basa baru dikembangkan, yaitu teori asam-basa Bronsted-Lowry.

2.Teori Asam-Basa Bronsted-Lowry

Teori ini menggunakan konsep memberi dan menerima ion hidrogen. Teori Bronsted-Lowry berusaha mengatasi keterbatasan teori Arrhenius dengan mendefinisikan asam sebagai penyumbang (donor) proton (ion H+) dan basa sebagai penerima (akseptor) proton (ion H+).  Basa menerima ion H+ dengan melengkapi satu pasang elektron bebas untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi (datif) (lihat : Ikatan Kimia dan Tata Nama Senyawa Kimia).

Pada reaksi antara NH3 dengan HCl, spesi HCl bertindak sebagai pemberi proton, atau sebagai asam. Sedangkan amonia sebagai penerima proton atau sebagai basa. Amonia memiliki pasangan elektron bebas yang tidak berikatan yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi (datif).

Menurut teori asam-basa Arrhenius, reaksi asam-basa merupakan reaksi netralisasi. Namun, menurut teori asam-basa Bronsted-Lowry, reaksi asam-basa merupakan reaksi kompetisi untuk menangkap proton. Sebagai contoh, berikut adalah reaksi amonia dengan air :

HN3)g) +  H2O(l) →  NH4OH(aq) <—>  NH4+(aq) +  OH(aq)

Amonia merupakan basa (menangkap proton), sedangkan air merupakan asam (memberikan proton) pada reaksi maju (dari kiri ke kanan). Tetapi, pada reaksi balik (dari kanan ke kiri), ion amonium (NH4+) adalah asam, dan ion hidroksida (OH) adalah basa. Jika keasaman air lebih kuat dari ion amonium, maka konsentrasi ion amonium dan ion hidroksida relatif besar pada saat kesetimbangan. Namun, sebaliknya, jika ion amonium lebih asam dibandingkan air, maka jumlah amonia menjadi jauh lebih banyak dibandingkan ion amonium pada saat kesetimbangan.

Bronsted-Lowry mengatakan bahwa jika suatu asam bereaksi dengan suatu basa, pasangan asam-basa konyugasi dapat terbentuk. Pasangan asam-basa konyugasi dibedakan oleh satu buah ion H+. Pada contoh di atas, NH3 adalah suatu basa, dan NH4+ adalah asam konyugasinya. Di sisi lain, H2O adalah suatu asam, dan ion OH adalah basa konyugasinya. Pada reaksi di atas, ion OH merupakan basa kuat, dan amonia merupakan basa lemah. Akibatnya, kesetimbangan cenderung bergeser ke kiri. Dengan demikian, pada kesetimbangan tidak terdapat banyak ion hidroksida.

Selanjutnya kita akan mempelajari konsep asam-basa kuat-lemah. Namun demikian, yang penting untuk diingat, bahwa kekuatan asam-basa tidak sama dengan konsentrasi. Kekuatan merujuk pada jumlah ionisasi atau penguraian yang terjadi pada asam-basa. Konsentrasi merujuk pada jumlah asam-basa yang dimiliki di dalam larutan.

Asam Kuat

Pada saat kita melarutkan gas hidrogen klorida ke dalam air, HCl tersebut akan bereaksi dengan molekul air dan memberikan sebuah proton (ion H+) kepada molekul air.

HCl(g) +  H2O(l) →    H3O+(aq) +  Cl(aq)

Ion H3O+ disebut ion hidronium. Reaksi ini terjadi hingga kondisi sempurna, yang berarti bahwa reaktan tetap berubah menjadi produk sampai semua habis digunakan. Pada kasus ini, semua HCl terionisasi sempurna menjadi ion H3O+ dan ion Cl, sehingga tidak ada lagi HCl-nya. Asam seperti HCl, yang terionisasi 100% di dalam air, disebut asam kuat. Sebagai catatan, bahwa air disini, bertindak sebagai basa, menerima proton dari hidrogen klorida.

Asam kuat terionisasi sempurna, maka mudah untuk menghitung konsentrasi ion hidronium dan ion klorida di dalam larutan jika kita mengetahui konsentrasi awal asam kuat tersebut. Sebagai contoh, misalkan kita melarutkan gas HCl 0,1 mol ke dalam satu liter air. Dengan demikian, konsentrasi HCl mula-mula adalah 0,1 mol/L (0,1 M). Kita dapat menuliskan konsentrasi HCl 0,1 M dengan lambang [HCl] = 0,1 M. Senyawa HCl terionisasi sempurna sesuai dengan persamaan reaksi berikut :

HCl(g) +  H2O(l) →    H3O+(aq) +  Cl(aq)

Berdasarkan persamaan reaksi di atas, terlihat bahwa setiap mol HCl yang terionisasi, akan menghasilkan satu mol ion H3O+ dan satu ion mol Cl. Dengan demikian, konsentrasi ion dalam larutan HCl 0,1 M adalah :

[H3O+] = 0,1 M

[Cl] = 0,1 M

Berikut adalah daftar asam kuat yang paling umum kita temukan dalam kehidupan sehari-hari :

Nama Kimia Rumus Molekul
Asam Hidroklorat/Asam Klorida HCl
Asam Hidrobromat/Asam Bromida HBr
Asam Hidroiodat/Asam Iodida HI
Asam Nitrat HNO3
Asam Perklorat HClO4
Asam Sulfat (hanya ionisasi pertama) H2SO4

Asam sulfat disebut pula sebagai asam diprotik, sebab asam tersebut dapat memberikan dua proton, tetapi hanya pada ionisasi pertama yang terjadi 100% secara sempurna. Asam-asam lain yang ditampilkan dalam tabel merupakan asam monoprotik, sebab hanya memberikan satu proton.

Basa Kuat

Menghitung konsentrasi ion hidroksida sangat mudah. Sebagai contoh, kita memiliki 1,5 mol/L (1,5 M) larutan NaOH. Larutan natrium hidroksida tersebut akan terdisosiasi (pecah/terurai) sempurna menjadi ion-ion.

NaOH(aq) →  Na+(aq) +  OH(aq)

Konsentrasi ion yang dihasilkan masing-masing 1,5 M.

Asam Lemah

Saat kita melarutkan asam asetat (CH3COOH) ke dalam air, yang akan terjadi adalah asam tersebut akan bereaksi dengan molekul-molekul air, memberikan sebuah proton dan membentuk ion hidronium (ion H3O+). Dalam hal ini, terjadi kesetimbangan, di mana kita masih tetap memiliki sejumlah asam asetat yang tidak terionisasi (pada reaksi sempurna, irreversible [lihat : Kesetimbangan Kimia], seluruh reaktan digunakan untuk membentuk produk). Pada sistem kesetimbangan asam lemah, ion-ion berkesetimbangan dengan molekul asam.

Reaksi yang terjadi antara asam asetat dengan air adalah sebagai berikut :

CH3COOH(aq) +  H2O(l) <—>  CH3COO(aq) +  H3O+(aq)

Asam asetat yang ditambahkan ke dalam air akan terionisasi sebagian. Pada reaksi kesetimbangan ini, hanya sekitar 5% asam asetat yang terionisasi. Sementara 95% lainnya masih dalam bentuk molekul. Jumlah ion hidronium (ion H3O+) yang diperoleh dalam larutan asam yang tidak terionisasi sempurna jauh lebih sedikit dibandingkan yang diperoleh dari asam kuat. Asam yang hanya terionisasi sebagian disebut asam lemah.

Menghitung konsentrasi ion hidronium pada asam lemah tidak sama dengan menghitung pada larutan asam kuat, sebab tidak semua asam lemah yang larut dapat terionisasi. Untuk menghitung konsentrasi ion hidronium, kita harus menggunakan konstanta kesetimbangan untuk asam lemahnya (lihat : Kesetimbangan Kimia). Untuk larutan asam lemah, kita menggunakan konstanta kesetimbangan asam lemah, K. Secara umum :

HA(aq) +  H2O(l) <—>  H3O+(aq) +  A(aq)

Nilai Ka untuk asam lemah tersebut adalah :

Ka =  {[H3O+][A]} / [HA]

Sebagai catatan, [HA] menunjukkan konsentrasi molar HA pada kesetimbangan, bukan konsentrasi awal. Konsentrasi air tidak ditunjukkan pada persamaan Ka, sebab konsentrasi air ([H2O]) merupakan konstanta yang akan tergabung dengan Ka.

Berikut ini adalah tabel beberapa contoh asam lemah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari beserta nilai Ka masing-masing asam lemah :

Nama Asam Rumus Kimia Ka Basa Konyugasi Kb
Asam Fluorida HF 7,1 x 10-4 F 1,4 x 10-11
Asam Nitrit HNO2 4,5 x 10-4 NO2 2,2 x 10-11
Asam Asetil Salisilat (Aspirin) C9H8O4 3,0 x 10-4 C9H7O4 3,3 x 10-11
Asam Format HCOOH 1,7 x 10-4 HCOO 5,9 x 10-11
Asam Askorbat (Vitamin C) C6H8O6 8,0 x 10-5 C6H7O6 1,3 x 10-10
Asam Benzoat C6H5COOH 6,5 x 10-5 C6H5COO 1,5 x 10-10
Asam Asetat CH3COOH 1,8 x 10-5 CH3COO 5,6 x 10-10
Asam Sianida HCN 4,9 x 10-10 CN 2,0 x 10-5
Fenol C6H5OH 1,3 x 10-10 C6H5O 7,7 x 10-5

Sekarang kita kembali ke kesetimbangan asam asetat. Nilai Ka untuk asam asetat adalah 1,8 x 10-5. Persamaan Ka ionisasi asam asetat adalah sebagai berikut :

Ka =  1,8 x 10-5 = {[H3O+][CH3COO]} / [CH3COOH]

Kita dapat menggunakan nilai Ka ini untuk menghitung konsentrasi ion hidronium. Misalkan diberikan larutan asam asetat 2 M. Kita ketahui bahwa konsentrasi awal asam asetat tersebut adalah 2 M. Kita juga mengetahui bahwa sebagian kecil asam asetat tersebut telah terionisasi, menghasilkan sedikit ion hidronium dan ion asetat. Melalui persamaan reaksi kesetimbangan asam asetat, terlihat bahwa untuk setiap ion hidronium yang terbentuk, akan disertai pula pembentukan ion asetat. Akibatnya, konsentrasi kedua ion tersebut sama. Kita dapat memisalkan nilai [H3O+] dan [CH3COO] masing-masing sebesar x M.

[H3O+] = [CH3COO] = x M

Dengan demikian, untuk menghasilkan sebanyak x M ion hidronium dan ion asetat, dibutuhkan asam asetat yang terionisasi sebanyak x M pula. Sehingga, kita dapat menuliskan jumlah asam asetat yang tersisa pada saat kesetimbangan sebagai jumlah asam asetat mula-mula, 2 M, dikurangi dengan yang mengalami ionisasi, sebesar x M.

[CH3COOH] = (2 – x) M

Pada kondisi umum, kita dapat menganggap nilai x sangat kecil dibandingkan dengan konsentrasi asam lemah mula-mula. Jadi, kita dapat mengatakan bahwa nilai 2 – x mendekati 2. Ini berarti bahwa kita dapat sering menganggap konsentrasi asam lemah pada saat kesetimbangan sama dengan konsentrasi mula-mulanya. Persamaan konstanta kesetimbangan asam lemah sekarang dapat dituliskan sebagai berikut :

Ka = 1,8 x 10-5 = {(x)(x)} / (2 – x) = {(x)(x) / (2)}

1,8 x 10-5 = (x)2 / 2

Selanjutnya kita dapat menentukan nilai x, yang sama dengan nilai [H3O+].

x2 = 1,8 x 10-5 x 2

x = (1,8 x 10-5 x 2)1/2 =  6 x 10-3

[H3O+] = 6 x 10-3 M

Salah satu cara untuk membedakan antara asam kuat dengan asam lemah adalah dengan mencari nilai konstanta ionisasi asam (Ka). Jika asamnya memiliki nilai Ka, berarti asam lemah. Jika tidak, berarti asam kuat.

Basa Lemah

Basa lemah juga bereaksi dengan air untuk mencapai sistem kesetimbangan. Amonia merupakan salah satu basa lemah. Amonia dapat bereaksi dengan air untuk membentuk ion amonium dan ion hidroksida.

NH3(g) +  H2O(l) <—>  NH4+(aq) +  OH(aq)

Seperti halnya asam lemah, basa lemah hanya terionisasi sebagian. Konstanta kesetimbangan basa lemah adalah Kb. Kita menggunakannya sama persis seperti pada saat kita menggunakan Ka (lihat pembahasan Asam Lemah di atas). Yang dicari pada basa lemah adalah [OH]-nya.

Berikut ini adalah tabel beberapa contoh basa lemah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari beserta nilai Kb masing-masing basa lemah :

Nama Basa Rumus Kimia Kb Asam Konyugasi Ka
Etil Amina C2H5NH2 5,6 x 10-4 C2H5NH3+ 1,8 x 10-11
Metil Amina CH3NH2 4,4 x 10-4 CH3HN3+ 2,3 x 10-11
Amonia NH3 1,8 x 10-5 NH4+ 5,6 x 10-10
Piridina C5H5N 1,7 x 10-9 C5H5NH+ 5,9 x 10-6
Anilina C6H5NH2 3,8 x 10-10 C6H5NH3+ 2,6 x 10-5
Kafeina C8H10N4O2 5,3 x 10-14 C8H11N4O2+ 0,19
Urea CO(NH2)2 1,5 x 10-14 H2NCONH3+ 0,67

Ketika asam asetat bereaksi dengan air, air bertindak sebagai basa (atau sebagai akseptor proton). Namun, pada saat air bereaksi dengan amonia, air bertindak sebagai asam (atau sebagai donor proton). Ternyata, air dapat bertindak sebagai asam maupun sebagai basa, tergantung bereaksi dengan zat apa. Zat yang dapat bertindak sebagai asam maupun sebagai basa disebut amfoterik. Jika kita mencampurkan air dengan asam, air bertindak sebagai basa. Begitu pula sebaliknya, saat mencampurkan air dengan basa, air bertindak sebagai asam.

Namun, dapatkah air bereaksi dengan dirinya sendiri? Ternyata, ya. Air dapat bereaksi dengan dirinya sendiri. Dua molekul air dapat saling bereaksi, dengan cara yang satu mendonorkan satu proton dan yang lain menerimanya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

H2O(l) +  H2O(l) <—>  H3O+(aq) +  OH(aq)

Reaksi tersebut merupakan reaksi kesetimbangan (lihat : kesetimbangan Kimia). Konstanta kesetimbangan yang dimodifikasi disebut Kw (yang menunjukkan konstanta disosiasi air). W adalah water = air. Nilai Kw adalah 1,0 x 10-14 dan mengikuti persamaan berikut :

1,0 x 10-14 = Kw = [H3O+][OH]

Pada air murni, persamaan reaksi ini menunjukkan bahwa nilai [H3O+] sama dengan [OH]. Dengan demikian, nilai [H3O+] = [OH] = 1 x 10-7 M. Nilai Kw selalu konstan (asalkan suhu tidak berubah). Dengan nilai ini, kita dapat mengubah [H3O+] menjadi [OH], dan sebaliknya, pada berbagai macam larutan (dengan pelarut air), tidak hanya pada air murni. Pada larutan (dengan pelarut air), konsentrasi ion hidronium dan ion hidroksida jarang memiliki nilai yang sama. Namun, dengan mengetahui konsentrasi salah satu ion, dan dengan nilai Kw, kita dapat menentukan konsentrasi ion lainnya.

Kembali kita membahas larutan 2 M asam asetat di atas. Kita mendapatkan [H3O+] sama dengan 6 x 10-3 M. Dengan demikian, kita memiliki cara untuk menghitung [OH] di dalam larutan tersebut dengan menggunakan rumus Kw.

Kw =  1,0 x 10-14 = [H3O+][OH]

1,0 x 10-14 =  (6 x 10-3) [OH]

[OH]  =  1,0 x 10-14 / 6 x 10-3 =  1,7 x 10-12 M

Besarnya tingkat keasaman suatu larutan tergantung pada konsentrasi ion hidronium di dalam larutan. Semakin asam suatu larutan, semakin besar konsentrasi ion hidronium di dalam larutan tersebut. Dengan kata lain, larutan dengan [H3O+] sama dengan 1,0 x 10-2 M lebih asam daripada larutan dengan [H3O+] yang sama dengan 1,0 x 10-7 M. Oleh karena konsentrasi ion hidronium mupun ion hidroksida umumnya sangat kecil, Sores Sorensen, pada tahun 1909, mengajukan cara praktis untuk menentukan tingkat keasaman larutan, yaitu dengan skala pH. Skala pH adalah skala yang berdasarkan [H3O+], dikembangkan untuk mempermudah penentuan tingkat keasaman larutan. Singkat kata, pH menunjukkan tingkat keasaman relatif suatu larutan. pH didefinisikan sebagai minus logaritma (-log) [H3O+]. Secara matematis, rumus pH dapat dituliskan dalam persamaan berikut :

pH = – log [H3O+]

Berdasarkan konstanta disosiasi air (Kw), nilai [H3O+] pada air murni sama dengan 1,0 x 10-7 M. Dengan menggunakan persamaan matematika ini, kita dapat menghitung pH air.

pH = – log [H3O+]

pH = – log (1,0 x 10-7)

pH = – (-7)

pH = 7

Jadi, pH air sama dengan 7. Para kimiawan menyebut titik ini ( pH = 7) pada skala pH sebagai posisi netral. Suatu larutan disebut asam jika memiliki [H3O+] lebih besar dari air, sehingga pHnya lebih kecil dari 7. Sebaliknya, suatu larutan disebut basa jika memiliki [H3O+] lebih kecil dari air, sehingga pHnya lebih besar dari 7.

Larutan Asam : [H3O+] > 1,0 x 10-7 M ; pH < 7

Larutan Basa : [H3O+] <1,0 x 10-7 M ; pH > 7

Larutan Netral : [H3O+] = 1,0 x 10-7 M ; pH = 7

Skala pH pada dasarnya tidak ada batasnya. Kita dapat saja memiliki larutan dengan pH kurang dari nol (misal : larutan HCl 10 M, memiliki pH = -1). Namun demikian, menurut perjanjian, batas pH adalah dari nol (0) hingga 14, yang digunakan sebagai batas pH asam lemah dan basa lemah, dan juga untuk larutan encer asam kuat dan basa kuat.

Nilai [H3O+] dari larutan asam asetat 2 M (lihat pembahasan Asam Lemah di atas) adalah 6 x 10-3 M. Larutan tersebut termasuk asam. pH larutan tersebut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

pH = – log [H3O+]

pH = – log (6 x 10-3)

pH = – (-2,22)

pH = 2,2

Persamaan lain, yang disebut pOH, dapat digunakan untuk menentukan pH suatu larutan. Nilai pOH sama dengan logaritma negatif dari [OH]. Kita dapat menghitung nilai pOH suatu larutan sama seperti pada saat menghitung pH dengan menggunakan logaritma negatif dari konsentrasi ion hidroksida. Jika kita menggunakan Kw dan bila kedua sisi logaritma dinegatifkan, maka diperoleh :

Kw =  1,0 x 10-14 = [H3O+][OH]

– log Kw =  – log (1,0 x 10-14) = – log {[H3O+][OH]}

pKw =  14  = pH + pOH

Persamaan pH + pOH = 14 mempermudah perhitungan pOH menjadi pH. Seperti halnya kita mengubah [H3O+] ke pH, kita juga dapat melakukan perhitungan pH ke [H3O+]. Untuk itu, kita menggunakan persamaan antilog, sebagai berikut :

[H3O+] = 10-pH

Misalkan, darah manusia memiliki pH sekitar 7,3. Hal ini berarti, konsentrasi ion hidronium dalam darah manusia adalah sekitar 10-7,3 = 5,01 x 10-8 M. Dengan cara yang sama, kita dapat menghitung [OH] dari pOH.

Berikut ini adalah tabel pH beberapa zat yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari :

Zat pH
Pembersih oven 13,8
Penghilang rambut 12,8
Amonia rumah tangga 11,0
Susu magnesia 10,5
Pemutih klor 9,5
Air laut 8,0
Darah manusia 7,3
Air murni 7,0
Susu 6,5
Kopi 5,5
Minuman ringan 3,5
Aspirin 2,9
Cuka 2,8
Jus jeruk 2,3
Asam aki mobil 0,8

Indikator adalah zat (pewarna organik) yang mengalami perubahan warna karena keberadaan asam atau basa. Salah satu contoh ekstrak tanaman yang dijadikan sebagai indikator asam-basa adalah kembang bokor. Jika tanaman ini tumbuh di tanah masam, bunganya akan berwarna merah muda. Sebaliknya, jika tanaman ini tumbuh di tanah alkalin (basa), bunganya akan berwarna biru. Selain kembang bokor, bahan lain yang telah lama dikenal sebagai indikator asam-basa yang baik adalah kubis merah. Ekstrak kubis merah dapat digunakan untuk menguji keasaman zat-zat. Saat dicampur dengan asam, cairan tersebut berubah menjadi merah muda. Sedangkan, saat dicampur dengan basa, cairan tersebut berubah menjadi hijau.

Di dalam ilmu kimia, indikator digunakan untuk menguji keberadaan asam atau basa. Para kimiawan memiliki banyak indikator yang akan berubah pada perubahan kecil pH. Dua indikator yang paling banyak digunakan adalah kertas lakmus dan fenolftalein.

Kertas Lakmus

Lakmus adalah suatu zat yang diekstrak dari sejenis lumut kerak dan diserap ke dalam kertas berpori­. Lumut kerak adalah tanaman yang ditemukan di Belanda, yang terdiri atas ganggang dan jamur yang hidup bersama dan saling menguntungkan satu sama lainnya. Terdapat tiga jenis kertas lakmus, yaitu lakmus merah, lakmus biru, dan lakmus netral. Kertas lakmus merah digunakan untuk menguji basa, dan kertas lakmus biru digunakan untuk menguji asam. Sementara itu, kertas lakmus netral digunakan untuk menguji keduanya. Jika larutan bersifat asam, kertas lakmus netral dan biru akan berubah menjadi merah. Jika larutan bersifat basa, kertas lakmus merah dan netral berubah menjadi biru. Kertas lakmus adalah alat uji yang sangat bagus dan cepat untuk mendeteksi asam dan basa.

Fenolftalein

Fenolftalein merupakan indikator lain yang biasa digunakan. Hingga beberapa tahun yang lalu, fenolftalein digunakan sebagai zat aktif pada obat pencahar. Fenolftalein jernih dan tidak berwarna di dalam larutan asam dan akan berwarna merah muda di dalam larutan basa. Indikator ini biasanya digunakan dalam proses titrasi, yaitu proses penentuan konsentrasi asam atau basa yang tidak diketahui berdasarkan reaksi dengan basa atau asam yang telah diketahui konsentrasinya.

Sebagai contoh, misalkan kita ingin menentukan konsentrasi molar larutan HCl yang belum diketahui. Mula-mula, kita masukkan larutan HCl tersebut dengan volume yang telah diketahui (misalkan digunakan 25 mililiter yang diukur dengan tepat menggunakan pipet) ke dalam labu erlenmeyer dan kemudian tambahkan beberapa tetes indikator fenolftalein (disingkat pp). Oleh karena kita menambahkan indikator pp ke dalam larutan asam, larutan tersebut tetap jernih dan tidak berwarna. Selanjutnya, kita menambahkan sedikit demi sedikit larutan standar natrium hidroksida (NaOH) yang telah diketahui konsentrasinya (misalkan kita gunakan larutan NaOH 0,10 M) dengan buret. Larutan basa terus ditambahkan sehingga larutan yang dititrasi berubah menjadi merah muda. Kita menyebut kondisi ini sebagai titik akhir titrasi, titik saat asam secara tepat ternetralisasi oleh basa.

Dalam percobaan di atas, dimisalkan, diperlukan sebanyak 35,50 mililiter larutan NaOH 0,10 M untuk bereaksi hingga titik akhir titrasi dengan 25 mililiter larutan HCl tercapai. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

HCl(aq) +  NaOH(aq) →  NaCl(aq) +  H2O(l)

Dari persamaan reaksi setara di atas, kita dapat melihat bahwa perbandingan mol antara asam dan basa adalah 1 :  1. Hal ini berarti, jika mol basa yang dibutuhkan dapat dihitung, kita juga dapat mengetahui berapa mol HCl yang ada. Mengetahui volume larutan asam dapat membantu kita menghitung molaritas asam tersebut .

Mol NaOH  =  V x M  =  0,0355 L  x  0,10 M  = 0,00335 mol

Mol HCl  =  mol NaOH  =  0,00335 mol

Volume HCl  =  0,025 L

Konsentrasi HCl  =  mol / volume  =  0,00335 mol /  0,025 L  =  0,142 M

Titrasi suatu basa dengan suatu larutan standar asam (larutan yang telah diketahui konsentrasinya) dapat dihitung dengan cara yang persis sama dengan cara di atas, kecuali pada titik akhir titrasi, warna merah muda menjadi hilang.

Saat kita pergi ke toko obat atau apotik, kita menemukan berbagai jenis obat antasida dari rak ke rak. Antasida adalah salah satu terapan dari ilmu kimia asam-basa.

Lambung memproduksi asam hidroklorat (HCl) untuk mengaktifkan enzim-enzim tertentu (biokatalisator) dalam proses pencernaan. Akan tetapi, kadang-kadang, lambung juga memproduksi terlalu banyak asam, atau asamnya naik sampai kerongkongan (menuju ke pembakaran jantung). Dengan demikian, kelebihan asam lambung tersebut perlu dinetralkan dengan suatu basa. Formulasi basa yang biasa dijual untuk menetralkan asam ini disebut antasida. Antasida mengandung senyawa-senyawa berikut sebagai bahan aktif :

  1. Bikarbonat (NaHCO3 dan KHCO3)
  2. Karbonat (CaCO3 dan MgCO3)
  3. Hidroksida (Al(OH)3 dan Mg(OH)2)

Mencoba memilih antasida “terbaik” untuk digunakan sewaktu-waktu dapat menyulitkan. Tentu saja harga menjadi salah satu faktor. Namun, sifat kimia dari basa juga menimbulkan masalah. Sebagai contoh, seseorang yang menderita tekanan darah tinggi (hipertensi), hendaknya menghindari antasida yang mengandung natruim bikarbonat, karena ion natrium cenderung meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya, seseorang yang ingin menjaga dan mencegah hilangnya kalsium dari tulang (osteoporosis), cenderung memilih antasida yang mengandung kalsium karbonat. Namun, kalsium karbonat dan aluminium hidroksida dapat menyebabkan sembelit bila dosis penggunannya berlebihan. Di sisi lain, penggunaan magnesium karbonat dan magnesium hidroksida dosis tinggi dapat berguna sebagai pencahar. Memilih antasida benar-benar memerlukan banyak pertimbangan.

Asam Diprotik dan Poliprotik

Pada reaksi ionisasi asam diprotik (melepaskan 2 ion hidronium) maupun asam poliprotik (melepaskan lebih dari 2 ion hidronium), terjadi pelepasan ion hidronium secara bertahap. Dengan demikian, asam tersebut memiliki beberapa nilai Ka yang berbeda. Sebagai contoh :

H2CO3(aq) <—>  HCO3(aq) +  H+(aq)

Ka1 =  {[H+][HCO3]} / [H2CO3]

HCO3(aq) <—> CO32-(aq) +  H+(aq)

Ka2 =  {[H+][CO32-]} / [HCO3]

Secara umum, nilai Ka1 suatu asam poliprotik selalu lebih besar dibandingkan nilai Ka tahap-tahap berikutnya. Berikut ini adalah tabel beberapa contoh asam poliprotik yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari beserta nilai Ka masing-masing asam poliprotik :

Nama Asam Rumus Kimia Ka Basa Konyugasi Kb
Asam Sulfat H2SO4 sangat besar HSO4 sangat kecil
Ion Hidrogen Sulfat HSO4 1,3 x 10-2 SO42- 7,7 x 10-13
Asam Oksalat H2C2O4 6,5 x 10-2 HC2O4 1,5 x 10-13
Ion Hidrogen Oksalat HC2O4 6,1 x 10-5 C2O42- 1,6 x 10-10
Asam Sulfit H2SO3 1,3 x 10-2 HSO3 7,7 x 10-13
Ion Hidrogen Sulfit HSO3 6,3 x 10-8 SO32- 1,6 x 10-7
Asam Karbonat H2CO3 4,2 x 10-7 HCO3 2,4 x 10-8
Ion Hidrogen Karbonat HCO3 4,8 x 10-11 CO32- 2,1 x 10-4
Asam Sulfida H2S 9,5 x 10-8 HS 1,1 x 10-7
Ion Hidrogen Sulfida HS 1,0 x 10-19 S2- 1,0 x 105
Asam Fosfat H3PO4 7,5 x 10-3 H2PO4 1,3 x 10-12
Ion Dihidrogen Fosfat H2PO4 6,2 x 10-8 HPO42- 1,6 x 10-7
Ion Hidrogen Fosfat HPO42- 4,8 x 10-13 PO43- 2,1 x 10-2

Selain menggunakan konsep asam-basa Arrhenius maupun Bronsted-Lowry, sifat asam-basa suatu senyawa juga dapat diterangkan dengan konsep asam-basa Lewis. Pada tahun 1932, seorang kimiawan berkebangsaan Amerika, G. N. Lewis, mendefinisikan basa Lewis sebagai zat yang dapat mendonorkan pasangan elektron. Sedangkan asam Lewis didefinisikan sebagai zat yang dapat menerima pasangan elektron bebas. Lewis mendefinisikan asam-basa berdasarkan peristiwa donor-akseptor pasangan elektron.

Sebagai contoh, pada proses protonasi amonia, NH3 berperan sebagai basa Lewis (mendonorkan pasangan elektron). Sebaliknya ion H+ berperan sebagai asam Lewis (menerima pasangan elektron). Ikatan kimia yang terjadi adalah ikatan kovalen koordinasi (lihat : Ikatan Kimia dan Tata Nama Senyawa Kimia). Contoh lain adalah reaksi antara BF3 dengan NH3 membentuk senyawa NH3BF3. Dalam reaksi ini, NH3 bertindak sebagai basa Lewis, sedangkan BF3 sebagai asam Lewis. Teori asam-basa Lewis berlaku baik di sistem pelarut berair, pelarut bukan air, bahkan tanpa pelarut sekalipun (sistem gas).

Beberapa contoh reaksi asam-basa Lewis :

Ag+(aq) +  2 NH3(aq) <—>  Ag(NH3)2+(aq)

Cd4+(aq) +  4 I(aq) <—>  CdI42-(aq)

Ni(s) +  4 CO(g) <—>  Ni(CO­)4(g)

Referensi:

Andy. 2009. Pre-College Chemistry.

Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.

Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia: Pakar Raya.

Ikatan Kimia dan Tata Nama Senyawa Kimia

Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari tentang pembentukan beberapa jenis ikatan kimia, seperti ikatan ionik, ikatan kovalen, serta ikatan kovelen koordinasi. Selain itu, kita juga akan mempelajari cara penulisan rumus dan tata nama berbagai senyawa kimia.

Natrium termasuk logam yang cukup reaktif. Unsur ini berkilau, lunak, dan merupakan konduktor listrik yang baik. Umumnya natrium disimpan di dalam minyak untuk mencegahnya bereaksi dengan air yang berasal dari udara. Jika sepotong logam natrium yang baru dipotong dilelehkan, kemudian diletakkan ke dalam gelas beaker yang terisi penuh oleh gas klorin yang berwarna hijau kekuningan, sesuatu yang sangat menakjubkan akan terjadi. Natrium yang meleleh mulai bercahaya dengan cahaya putih yang semakin lama semakin terang. Sementara, gas klorin akan teraduk dan warna gas mulai menghilang. Dalam beberapa menit, reaksi selesai dan akan diperoleh garam meja atau NaCl yang terendapkan di dalam gelas beaker.

Proses pembentukan garam meja adalah sesuatu yang sangat menakjubkan. Dua zat yang memiliki sifat yang berbeda dan berbahaya dapat bereaksi secara kimiawi menghasilkan senyawa baru yang berperan penting dalam kehidupan.

Natrium adalah logam alkali (IA). Logam natrium memiliki satu elektron valensi dan jumlah seluruh elektronnya adalah 11, sebab nomor atomnya adalah 11. Klorin adalah unsur pada golongan halogen (VIIA)  pada tabel periodik. Unsur ini memiliki tujuh elektron valensi dan jumlah seluruh elektronnya adalah 17.

Gas mulia adalah unsur golongan VIIIA pada tabel periodik yang sangat tidak reaktif, karena tingkat energi valensinya (tingkat energi terluar atau kulit terluar) terisi penuh oleh elektron ( memiliki delapan elektron valensi, kecuali gas helium yang hanya memiliki dua elektron valensi). Meniru konfigurasi elektron gas mulia adalah tenaga pendorong alami dalam reaksi kimia, sebab dengan cara itulah unsur menjadi stabil atau “sempurna”. Unsur gas mulia tidak akan kehilangan, mendapatkan, atau berbagi elektron.

Unsur-unsur lain di golongan A pada tabel periodik mendapatkan, kehilangan, atau berbagi elektron valensi untuk mengisi tingkat energi valensinya agar mencapai keadaan “sempurna”. Pada umumnya, proses ini melibatkan pengisian kulit terluar agar memiliki delapan elektron valensi (dikenal dengan istilah aturan oktet), yaitu unsur akan mendapatkan, kehilangan, atau berbagi elektron untuk mencapai keadaan penuh delapan/oktet.

Natrium memiliki satu elektron valensi. Menurut hukum oktet, unsur ini akan bersifat stabil ketika memiliki delapan elektron valensi. Ada dua kemungkinan bagi natrium untuk menjadi stabil. Unsur ini dapat memperoleh tujuh elektron untuk memenuhi kulit M atau dapat kehilangan satu elektron pada kulit M, sehingga kulit L (yang terisi penuh oleh delapan elektron) menjadi kulit terluar. Pada umumnya, kehilangan atau mendapatkan satu, dua, bahkan kadang-kadang tiga elektron dapat terjadi. Unsur tidak akan kehilangan atau mendapatkan lebih dari tiga elektron. Dengan demikian, untuk mencapai kestabilan, natrium kehilangan satu elektron pada kulit M. Pada keadaan ini, natrium memiliki 11 proton dan 10 elektron. Atom natrium yang pada awalnya bersifat netral, sekarang memiliki satu muatan positif , sehingga menjadi ion (atom yang bermuatan karena kehilangan atau memperoleh elektron). Ion yang bermuatan positif karena kehilangan elektron disebut kation.

11Na  :   2  .  8  .  1

11Na+ :   2  .  8

Ion natrium (Na+) memiliki konfigurasi elektron yang sama dengan neon (10Ne), sehingga merupakan isoelektron dengan neon. Terdapat perbedaan satu elektron antara atom natrium dan ion natrium. Selain itu, reaktivitas kimianya berbeda dan  ukurannya pun berbeda. Kation lebih kecil bila dibandingkan dengan atom netral. Hal ini akibat hilangnya satu elektron saat atom natrium berubah menjadi ion natrium.

Klor memiliki tujuh elektron valensi. Untuk memenuhi aturan oktet, unsur ini dapat kehilangan tujuh elektron pada kulit M atau mendapatkan satu elektron pada kulit M. Oleh karene suatu unsur tidak dapat memperoleh atau kehilangan lebih dari tiga elektron, klor harus mendapatkan satu elektron untuk memenuhi valensi pada kulit M. Pada keadaan ini, klor memiliki 17 proton dan dan 18 elektron, sehingga klor menjadi ion dengan satu muatan negatif (Cl). Atom klorin netral berubah menjadi ion klorida. Ion dengan muatan negatif karena mendapatkan elektron disebut anion.

17Cl  :   2  .  8  .  7

17Cl:   2  .  8  .  8

Anion klorida adalah isoelektron dengan argon (18Ar). Anion klorida juga sedikit lebih besar dari atom klor netral. Secara umum, kation lebih kecil dari atomnya dan anion sedikit lebih besar dari atomnya.

Natrium dapat mencapai delapan elektron valensi (kestabilan) dengan melepaskan satu elektron. Sementara, klor dapat memenuhi aturan oktet dengan mendapatkan satu elektron. Jika keduanya berada di dalam satu bejana, jumlah elektron natrium yang hilang akan sama dengan jumlah elektron yang diperoleh oleh klor. Pada keadaan ini, satu elektron dipindahkan dari natrium menuju klor. Perpindahan elektron menghasilkan ion yaitu kation (bermuatan positif) dan anion (bermuatan negatif). Muatan yang berlawanan akan saling tarik-menarik. Kation Na+ menarik anion Cl dan membentuk senyawa NaCl atau garam meja.

Proses ini merupakan contoh dari ikatan ionik, yaitu ikatan kimia (gaya tarik-menarik yang kuat yang tetap menyatukan dua unsur kimia) yang berasal dari gaya tarik elektrostatik (gaya tarik-menarik dari muatan-muatan yang berlawanan) antara kation dan anion. Senyawa yang memiliki ikatan ionik sering disebut garam. Pada natrium klorida (NaCl), susunan antara ion Na+ dan Cl membentuk pola yang berulang dan teratur (disebut struktur kristalin). Jenis garam yang berbeda memiliki struktur kristalin yang berbeda. Kation dan anion dapat memiliki lebih dari satu muatan positif atau negatif bila kehilangan atau mendapatkan lebih dari satu elektron. Dengan demikian, mungkin dapat terbentuk berbagai jenis garam dengan rumus kimia yang bervariasi.

Proses dasar yang terjadi ketika natrium klorida terbentuk juga terjadi ketika garam-garam lainnya terbentuk. Unsur logam akan kehilangan elektron membentuk kation dan unsur nonlogam akan mendapatkan elektron membentuk anion. Gaya tarik-menarik antara muatan positif dan negatif menyatukan partikel-partikel dan menghasilkan senyawa ionik.

Secara umum, muatan ion yang dimiliki suatu unsur dapat ditentukan berdasarkan pada letak unsur tersebut pada tabel periodik. Semua logam alkali (unsur IA) kehilangan satu elektron untuk membentuk kation dengan muatan +1. Logam alkali tanah (unsur IIA) kehilangan dua elektronnya untuk membentuk kation +2. Aluminium yang merupakan anggota pada golongan IIIA kehilangan tiga elektronnya untuk membentuk kation +3.

Dengan alasan yang sama, semua halogen (unsur VIIA) memiliki tujuh elektron valensi. Semua halogen mendapatkan satu elektron untuk memenuhi kulit valensi sehingga membentuk anion dengan satu muatan negatif. Unsur VIA mendapatkan dua elektron untuk membentuk anion dengan muatan -2 dan unsur VA mendapatkan tiga elektron untuk membentuk anion dengan muatan -3.

Berikut ini adalah tabel beberapa kation monoatom (satu atom) umum dan beberapa anion monoatom umum yang sering digunakan para ahli kimia.

Beberapa Kation Monoatom Umum
Golongan Unsur Nama Ion Simbol Ion
IA Litium Kation Litium Li+
Natrium Kation Natrium Na+
Kalium Kation Kalium K+
IIA Berilium Kation Berilium Be2+
Magnesium Kation Magnesium Mg2+
Kalsium Kation Kalsium Ca2+
Stronsium Kation Stronsium Sr2+
Barium Kation Barium Ba2+
IB Perak Kation Perak Ag+
IIB Seng Kation Seng Zn2+
IIIA Aluminium Kation Aluminium Al3+
Beberapa Anion Monoatom Umum
Golongan Unsur Nama Ion Simbol Ion
VA Nitrogen Anion Nitrida N3-
Fosfor Anion Fosfida P3-
VIA Oksigen Anion Oksida O2-
Belerang Anion Sulfida S2-
VIIA Fluorin Anion Fluorida F
Klorin Anion Klorida Cl
Bromin Anion Bromida Br
Iodin Anion Iodida I

Hilanganya sejumlah elektron dari anggota unsur logam transisi (unsur golongan B) lebih sukar ditentukan. Faktanya, banyak dari unsur ini kehilangan sejumlah elektron yang bervariasi, sehingga dapat membentuk dua atau lebih kation dengan muatan yang berbeda. Muatan listrik yang dimiliki ataom disebut dengan bilangan oksidasi. Banyak dari ion transisi (unsur golongan B) memiliki bilangan oksidasi yang bervariasi. Berikut adalah tabel yang menunjukkan beberapa logam transisi umum dengan bilangan oksidasi yang bervariasi.

Beberapa Logam Umum yang Memiliki Lebih dari Satu Bilangan Oksidasi
Golongan Unsur Nama Ion Simbol Ion
VIB Kromium Krom (II) atau Kromo Cr2+
Krom (III) atau Kromi Cr3+
VIIB Mangan Mangan (II) atau Mangano Mn2+
Mangan (III) atau Mangani Mn3+
VIIIB Besi Besi (II) atau Fero Fe2+
Besi (III) atau Feri Fe3+
Kobalt Kobalt (II) atau Kobalto Co2+
Kobalt (III) atau Kobaltik Co3+
IB Tembaga Tembaga (I) atau Cupro Cu+
Tembaga (II) atau Cupri Cu2+
IIB Raksa Merkuri (I) atau Merkuro Hg22+
Merkuri (II) atau Merkuri Hg2+
IVA Timah Timah (II) atau Stano Sn2+
Timah (IV) atau Stani Sn4+
Timbal Timbal (II) atau Plumbum Pb2+
Timbal (IV) atau Plumbik Pb4+

Kation-kation tersebut dapat memiliki lebih dari satu nama. Cara pemberian nama suatu kation adalah dengan menggunakan nama logam dan diikuti oleh muatan ion yang dituliskan dengan angka Romawi di dalam tanda kurung. Cara lama pemberian nama suatu kation adalah menggunakan akhiran –o dan –i. Logam dengan bilangan oksidasi rendah diberi akhiran –o. Sementara, logam dengan bilangan oksidasi tinggi diberi akhiran –i.

Ion tidak selalu monoatom yang tersusun atas hanya satu atom. Ion dapat juga berupa poliatom yang tersusun oleh sekelompok atom. Berikut ini adalah beberapa ion poliatom penting yang disajikan dalam bentuk tabel.

Beberapa Ion Poliatom Penting
Nama Ion Simbol Ion Nama Ion Simbol Ion
Sulfat SO42- Hidrogen Fosfat HPO42-
Sulfit SO32- Dihidrogen Fosfat H2PO4
Nitrat NO3 Bikarbonat HCO3
Nitrit NO2 Bisulfat HSO4
Hipoklorit ClO Merkuri (I) Hg22+
Klorit ClO2 Amonia NH4+
Klorat ClO3 Fosfat PO43-
Perklorat ClO4 Fosfit PO33-
Asetat CH3COO Permanganat MnO4
Kromat CrO42- Sianida CN
Dikromat Cr2O72- Sianat OCN
Arsenat AsO43- Tiosianat SCN
Oksalat C2O42- Arsenit AsO33-
Tiosulfat S2O32- Peroksida O22-
Hidroksida OH Karbonat CO32-

Ketika suatu senyawa ionik terbentuk, kation dan anion saling menarik menghasilkan garam. Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa senyawanya harus netral, yaitu memiliki jumlah muatan positif dan negatif yang sama.

Sebagai contoh, saat logam magnesium direaksikan dengan cairan bromin, akan terbentuk senyawa ionik. Rumus kimia atau formula kimia dari senyawa yang dihasilkan dapat ditentukan melalui konfigurasi elektron masing-masing unsur.

12Mg  :  2  .  8  .  2

35Br  :  2  .  8  .  18  .  7

Magnesium, merupakan unsur logam alkali tanah (golongan IIA), memiliki dua elektron valensi, sehingga dapat kehilangan elektronnya membentuk suatu kation bermuatan +2.

12Mg2+ :   2  .  8

Bromin adalah halogen (golongan VIIA) yang mempunyai tujuh elektron valensi, sehingga dapat memperoleh satu elektron untuk melengkapi keadaan oktet (delapan elektron valensi) dan membentuk anion bromide dengna muatan -1.

35Br:  2  .  8  .  18  .  8

Senyawa yang terbentuk harus netral, yang berarti jumlah muatan positif dan negatifnya harus sama. Dengan demikian, secara keseluruhan, muatannya nol. Ion magnesium mempunyai muatan +2. Dengan demikian, ion ini memerlukan dua ion bromida yang masing-masing memiliki satu muatan negatif untuk “mengimbangi” muatan +2 dari ion magnesium. Jadi, rumus senyawa yang dihasilkan adalah MgBr2.

Pada saat menuliskan nama senyawa garam, tulislah terlebih dahulu nama logamnya dan kemudian nama nonlogamnya. Sebagai contoh, senyawa yang dihasilkan dari reaksi antara litium dan belerang, Li2S. Pertama kali, tulislah nama logammya, yaitu litium. Kemudian, tulislah nama nonlogamnya, dengan menambah akhiran –ida sehingga belerang (sulfur) menjadi sulfida.

Li2S  :  Litium Sulfida

Senyawa-senyawa ion yang melibatkan ion-ion poliatom juga mengikuti aturan dasar yang sama. Nama logam ditulis terlebih dahulu, kemudian diikuti nama nonlogamnya (anion poliatom tidak perlu diberi akhiran –ida).

(NH4)2CO3 :  Amonium Karbonat

K3PO4 :  Kalium Fosfat

Apabila logam yang terlibat merupakan logam transisi dengan lebih dari satu bilangan oksidasi, terdapat dua cara penamaan yang benar. Sebagai contoh, kation Fe3+ dengan anion CN dapat membentuk senyawa Fe(CN)3.  Metode yang lebih disukai adalah menggunakan nama logam yang diikuti dengan muatan ion yang ditulis dengan angka Romawi dan diletakkan dalam tanda kurung : Besi (III). Namun, metode penamaan lama masih digunakan, yaitu dengan menggunakan akhiran –o (bilangan oksidasi rendah) dan –i (bilangan oksidasi tinggi). Oleh karena ion Fe3+ memiliki bilangan oksidasi lebih tinggi dari Fe2+, ion tersebut diberi nama ion ferri.

Fe(CN)3 :  Besi (III) Sianida

Fe(CN)3 :  Ferri Sianida

Tidak semua ikatan kimia terbentuk melalui mekanisme serah-terima elektron. Atom-atom juga dapat mencapai kestabilan melalui mekanisme pemakaian bersama pasangan elektron. Ikatan yang terbentuk dikenal dengan istilah ikatan kovelen. Senyawa kovelen adalah senyawa yang hanya memiliki ikatan kovelen.

Sebagai contoh, atom hidrogen memiliki satu elektron valensi. Untuk mencapai kestabilan (isoelektronik dengan helium), atom hidrogen membutuhkan satu elektron tambahan. Saat dua atom hidrogen membentuk ikatan kimia, tidak terjadi peristiwa serah-terima elektron. Yang akan terjadi adalah kedua atom akan menggunakan elektronnya secara bersama-sama. Kedua elektron (satu dari masing-masing hidrogen) menjadi milik kedua atom tersebut. Dengan demikian, molekul H2 terbentuk melalui pembentukan ikatan kovelen, yaitu ikatan kimia yang berasal dari penggunaan bersama satu atau lebih pasangan elektron antara dua atom. Ikatan kovalen terjadi di antara dua unsur nonlogam.

Ikatan kovalen dapat dinyatakan dalam bentuk Struktur Lewis, yaitu representasi ikatan kovelen, dimana elektron yang digunakan bersama digambarkan sebagai garis atau sepasang dot antara dua atom; sementara pasangan elektron yang tidak digunakan bersama (lone pair) digambarkan sebagai pasangan dot pada atom bersangkutan. Pada umumnya, proses ini melibatkan pengisian elektron pada kulit terluar (kulit valensi) yang disebut sebagai aturan oktet, yaitu unsur akan berbagi elektron untuk mencapai keadaan penuh delapan elektron valensi (oktet), kecuali hidrogen dengan dua elektron valensi (duplet).

Atom-atom dapat membentuk berbagai jenis ikatan kovelen. Ikatan tunggal terjadi saat dua atom menggunakan sepasang elektron bersama. Ikatan rangkap dua (ganda) terjadi saat dua atom menggunakan menggunakan dua pasangan elektron bersama. Sementara, ikatan rangkap tiga terjadi saat dua atom menggunakan tiga pasangan elektron bersama.

Senyawa ionik memiliki sifat yang berbeda dari senyawa kovalen. Senyawa ionik, pada suhu kamar, umumnya berbentuk padat, dengan titik didih dan titik leleh tinggi, serta bersifat elektrolit. Sebaliknya, senyawa kovelen, pada suhu kamar, dapat berbentuk padat, cair, maupun gas. Selain itu, senyawa kovalen memiliki titik didih dan titik leleh yang relatif rendah bila dibandingkan dengan senyawa ionik serta cenderung bersifat nonelektrolit.

Ketika atom klorin berikatan secara kovalen dengan atom klorin lainnya, pasangan elektron akan digunakan bersama secara seimbang. Kerapatan elektron yang mengandung ikatan kovalen terletak di tengah-tengah di antara kedua atom. Setiap atom menarik kedua elektron yang berikatan secara sama. Ikatan seperti ini dikenal dengan istilah ikatan kovalen nonpolar.

Sementara, apa yang akan terjadi bila kedua atom yang terlibat dalam ikatan kimia tidak sama? Kedua inti yang bermuatan positif yang mempunyai gaya tarik berbeda akan menarik pasangan elektron dengan derajat (kekuatan) yang berbeda. Hasilnya adalah pasangan elektron cenderung ditarik dan bergeser ke salah satu atom yang lebih elektronegatif. Ikatan semacam ini dikenal dengan istilah ikatan kovalen polar.

Sifat yang digunakan untuk membedakan ikatan kovalen polar dengan ikatan kovalen nonpolar adalah elektronegativitas (keelektronegatifan), yaitu kekuatan (kemampuan) suatu atom untuk menarik pasangan elektron yang berikatan. Semakin besar nilai elektronegativitas, semakin besar pula kekuatan atom untuk menarik pasangan elektron pada ikatan. Dalam tabel periodik, pada satu periode, elektronegativitas akan naik dari kiri ke kanan. Sebaliknya, dalam satu golongan, akan turun dari atas ke bawah.

Ikatan kovelen nonpolar terbentuk bila dua atom yang terlibat dalam ikatan adalah sama atau bila beda elektronegativitas dari atom-atom yang terlibat pada ikatan sangat kecil. Sementara, pada ikatan kovelen polar, atom yang menarik pasangan elektron pengikat dengan lebih kuat akan sedikit lebih bermuatan negatif; sedangkan atom lainnya akan menjadi sedikit lebih bermuatan positif. Ikatan ini terbentuk bila atom-atom yang terlibat dalam ikatan adalah berbeda. Semakin besar beda elektronegativitas, semakin polar pula ikatan yang bersangkutan. Sebagai tambahan, apabila beda elektronegativitas atom-atom sangat besar, maka yang akan terbentuk justru adalah ikatan ionik. Dengan demikian, beda elektronegativitas merupakan salah satu cara untuk meramalkan jenis ikatan yang akan terbentuk di antara dua unsur yang berikatan.

Perbedaan Elektronegativitas Jenis Ikatan yang Terbentuk
0,0 sampai 0,2 Kovalen nonpolar
0,3 sampai 1,4 Kovalen polar
> 1,5 Ionik

Ikatan kovalen koordinasi (datif) terjadi saat salah satu unsur menyumbangkan sepasang elektron untuk digunakan secara bersama-sama dengan unsur lain yang membutuhkan elektron. Sebagai contoh, reaksi antara molekul NH3 dan ion H+ membentuk ion NH4+. Molekul NH3 memiliki sepasang elektron bebas yang digunakan bersama-sama dengan ion H+. Molekul NH3 mendonorkan elektron, sedangkan ion H+ menerima elektron. Kedua elektron digunakan bersama-sama.

Pada dasarnya senyawa kovalen memiliki aturan tata nama yang tidak berbeda jauh dari senyawa ionik. Tulislah nama unsur pertama, kemudian diikuti dengan nama unsur kedua yang diberi akhiran –ida.

HCl  :  Hidrogen Klorida

SiC  :  Silikon Karbida

Apabila masing-masing unsur terdiri lebih dari satu atom, prefik yang menunjukkan jumlah atom digunakan. Prefik yang sering digunakan dalam penamaan senyawa kovelen dapat dilihat pada tabel berikut.

Prefik Jumlah Atom Prefik Jumlah Atom
Mono- 1 Heksa- 6
Di- 2 Hepta- 7
Tri- 3 Okta- 8
Tetra- 4 Nona- 9
Penta- 5 Deka- 10

CO  :  Monokarbon Monoksida atau Karbon Monoksida

CO2 :  Monokarbon Dioksida atau Karbon Dioksida

Catatan : awalan mono- pada unsur pertama dapat dihilangkan

SO2 :  Sulfur Dioksida

SO3 :  Sulfur Trioksida

N2O4 :  Dinitrogen Tetraoksida

Senyawa kovalen yang mengandung atom Hidrogen (H) tidak menggunakan tata nama di atas, tetapi menggunakan nama trivial yang telah dikenal sejak dahulu.

B2H6 :  Diborana                            PH3 :  Fosfina

CH4 :  Metana                               H2O  :  Air

SiH4 :  Silana                                 H2S  :  Hidrogen Sulfida

NH3 :  Amonia

Referensi:

Andy. 2009. Pre-College Chemistry.

Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.

Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia:Pakar Raya.